PEJUANG IMAN DI GKI PAPUA : Yang Tak terlihat Dan tak Terdengar Keberadaan Mereka

Perjalanan dari Kampung Dondai menuju Kampung Sabiap yg terletak di balik gunung, bukit dan lembah bukanlah jalan mudah. Hutan yg lebat, bahaya ular berbisa, lintah darat, nyamuk, tdk menghalangi seluruh jemaat GKI Dondai bersama alm. Ayah saya, kami berjalan beriring-iringan naik bukit dan turun bukit, terus menyusuri hutan lebat yg penuh dg pepohonan.

Sesekali terdengar suara burung cenderawasih jantan dan betina saling sahut menyuhut di keheningan hutan yg sepih itu. Perjalanan yg membutuhkan waktu 7-8 jam akhirnya kami bisa tiba dg selamat di Kampung Sabiab. Sempat saya mengalami ketakutan krn ada satu ekor lintah darat yg mengisap darah dari tubuh saya.

Kebahagian tampak terlihat dari jemaat GKI di kampung Sabiab krn mendapat kunjungan dari jemaat GKI Dondai. Rawut wajah dr jemaat GKI Dondai terlihat senang dan bahagai seakan-akan jarak jauh yg kami tempuh tdk merusak suasana hati kami.

Sambutan yg baik, hangat dan penuh kekeluargaan dari dua jemaat sederhana di kampung terpencil ini, yg jauh dari keramaian kota dan modernisasi tentu tdk bisa tergantikan dengan apapun.

Kekeluargaan dan persahabatan kala itu memberikan rasa damai yg tak terhingga di hati saya, saat masih duduk di bangku SMP. Demikian pula dengan ibadah bersama, makan bersama dan acara syukuran bersama sejak malam hingga pagi dirayakan dengan kehangatan dan kasih. Sungguh tak mampu terukir dg kata-kata.

Namuan demikian, suasana itu begitu tiba-tiba berubah esok pagi, ketika seorang anggota prajurit keamanan tersinggung dg salah satu anggota jemaat dr Dondai.

Dalam kemarahannya, oknum tersebut memersiapkan senjatanya dan datang mengancam seluruh anggota jemaat GKI Dondai untuk segera duduk semua di sebuah panggung terbuka.

Sambil mengarahkan senjatanya kepada kami semua, dan meminta pelayan jemaat dr Dondai duduk paling depan untuk di tembak sebagai pemimpin yg harus menerima resiko karena ada insiden antara oknum tersebut dg salah satu jemaatnya dari Dondai.

Tanpa berpikir panjang, sosok ayah saya yg sederhana, dan pemberani maju dan duduk paling depan dari seluruh jemaat. Oknum tersebut lalu memersiapkan senjatanya dan mengarahkan tepat ke tubuh ayah saya dan siap menembak ayah saya. Terdengar suara ketakutan dan menangis dari beberapa jemaat karena perlakuan dari anggota tsb.

Dalam ketakutan krn tahu ayah saya akan ditembak mati, tanpa berpikir panjang, saya mendekati ayah saya dan duduk di belakangnya, sambil memeluk ayah dan berkata:

“bapa, dia mau tembak bapa, bapa bisa mati.” “Tdk apa2 Friets (Alfred) kamu jaga diri baik, adik-adik, kaka-kaka dan mama. Bapak tidak apa-apa.”

Dalam ketakutan itu dan terus berlinang air mata, memandang oknum tersebut: “apakah dia akan tembak mati ayah saya atau tidak. Semoga saja tdk,” demikian hatiku terus berujar dan berharap dlm ketakutan di pagi itu.

Tak lama, komandannya tahu insiden itu datang dan menghentikan tindakan anggotanya tersebut. Beliau meminta maaf kepada ayah saya dan seluruh jemaat. Sambil memarahi anggotanya itu dan membawanya kembali ke markas mereka.

Kadangkala sebagai anak dari seorang pelayan jemaat tdk saja menyaksikan perjuangan dan kerelaan seorang ayah mendedikasikan waktu dan dirinya untuk melayani, tetapi juga nyawanya menjadi taruhan bagi umat yg dilayaninya. Tdk menghiraukan nyawanya, asalkan umat yg dilayaninya itu bisa selamat.

Banyak sosok sederhana para pelayan jemaat di daerah-daerah pedalaman Papua yg bertaruh nyawa demi umat yg dilayani. Mereka tidak pernah minta untuk dikenang atau diingat tapi dalam kasih dan kesederhanaan mrk, itulah yg mereka bisa berikan dengan tulus dan ikhlas kepada sesamanya agar berjumpa dan mengenal Tuhan Yesus Kristus sbg juru selamat hidup mereka.

Merekalah sesungguhnya pahlawan iman, yang tak pernah mengharapkan imbalan. Merekalah pejuang iman di garis depan, yg diam, tdk banyak bicara tetapi melakukan sesuatu yg nyata sebagai “suara” mrk itu.

Majulah terus para pejuang iman sejati dalam diri dan karyamu lah sejatinya Tuhan hadir memakaimu bagi kemajuan berita Injil-Nya di GKI di tanah Papua.

Tuhan telah bersabda, kata-Nya:

“Karena itu, saudara-saudaraku yang kekasih, berdirilah teguh, jangan goyah, dan giatlah selalu dalam pekerjaan Tuhan! Sebab kamu tahu, bahwa dalam persekutuan dengan Tuhan jerih payahmu tidak sia-sia” (1 Koorintus 15:58)

Kiranya Tuhan dimuliahkan,Selamat HUT GKI ke 64 thn. Tuhan memberkati.

Alfred Monim
(Tulisan ini kupersembahkan untuk ke dua orangtuaku yg telah mendahului kami dan semua pelayan Tuhan di tanah Papua lewat GKI maupun sinode lainnya, dlm rangka HUT GKI di tanah Papua yg ke 64 thn)